Riweuh menjelang pindahan dari Banjarmasin ke Jakarta yang
ala Tahu Bulat alias dadakan ternyata masih berasa sampai detik ini. Tapi di
antara keriweuhan tersebut gue bahagia karena sebentar lagi menjelang idul
adha, dan artinya gue akan berlebaran bersama keluarga besar di Jakarta.
Kalau kalian moment apa yang dilakukan saat lebaran haji Gaes? Kalau gue sih dulu-dulu sebelum
nikah itu simple banget. Nunggu para lelaki (babeh-Kakak Ipar-Kang Roti) pulang
sambil bawa daging. Trus emak akan masak itu daging utuh-utuh buat SOP. Dan di
makan tanpa nasi, rame-rame alias kroyokan. Dan itu asyik banget Gaes.
Setelah nikah, yah... kurang lebih sama lah ya. Bedanya gue
gak pake kroyokan makannya. Daging kurban yang disembelih di kantor suami hasil
patungan biasanya di bawa pulang dan sebagian gue masak, sisanya di bagi-bagi
dalam kantong sesuai porsi, tinggal masak saat butuh.
Oh iya tahun lalu, bokap mertua sempat ngajak ke empat
anaknya (yang jelas salah satunya suami gue yak hehehe) buat patungan beli
sapi. S-A-P-I ya, bukan SEPI (yang doyan nonton upin ipin nemenin anaknya pasti
paham kwkwkw). Dan sapi tersebut gak di sembelih di Jogja tempat bokap mertua
tinggal, melainkan di Ponorogo. Why? Kok
jauh banget?
Ternyata laporan dari kakak ipar suami gue, di kampungnya di
ponorogo tersebut hampir tidak pernah merasakan menyembelih sapi. Selama ini
hanya ada kambing dan itupun jumlahnya tidak banyak. Padahal kalau gue di
Banjarmasin atau di Jakarta, pembagian hewan qurban itu bisa dibilang melimpah
loh. So, emang ternyata di Indonesia sendiri kemampuan ber-Qurban belum rata.
Nah ternyata ada yang lebih miris loh, kalau di Pulau jawa
yang lumayan “rame” dengan fasilitas sehingga kehidupannya lebih maju masih ada
yang gak kebagian Qurban. Apa kabarnya di Pedalaman?
Dan Ternyata benar, hasil pemaparan pada konferensi pers
yang di gelar oleh Insan Bumi Mandiri (IBM) ternyata memang untuk wilayah
plosok negeri, qurban bisa dibilang langka. Untuk itu IBM bergerak memberikan
bukan hanya qurban, bahkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sejak tahun 2016 IBM telah memberikan layanan
program bagi 12.500 warga pedalaman. Wilayah pelaksanaan program tersebar di 10
provinsi, 22 Kabupaten/kota, 53 Kecamatan, 103 Desa yang melingkupi Papua,
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Sumatera.
Untuk qurban sendiri, ada yang unik nih dari programnya IBM.
Kalau gue udah familiar dengan program sembelih disini, di jadikan makanan
kaleng, baru kemudian di distribusikan. Nah Kalau IBM ini untuk pelaksanaannya
memanfaatkan kearifan lokal. Seperti misalnya di Nusa Tenggara sana. IBM
mendistribusikan bantuan masyarakat dengan membeli kambing warga, kemudian di
kelola sehingga siap untuk di “panen” pada saat hari raya. Penyembelihan mereka
lakukan sendiri juga, sehingga terjadinya gotong royong yang menarik.
Kesulitan akses antar pulau yang memang jadi ciri khas
Indonesia, membuat relawan kadang harus extra keras mengantarkan hewan-hewan
qurban dengan kapal, bahkan hewannya ikut di ajak berenang. Meski susah payah,
salutnya mereka tetep Istiqomah dan mari kita doakan terus demikian.
Sesungguhnya mendengar kisah inspiratif dari relawan itu
seperti membuat gue rindu. Sebab udah lama gue gak berkecimpung dengan kegiatan
sosial lagi. Oh iya kalau pada penasaran dengan program-programnya IBM, bisa
langsung kunjungi Websitenya ajah ya di www.insanbumimandiri.org