Follow Us @curhatdecom

Thursday, March 23, 2017

Tips Berpuasa Untuk Ibu Hamil dan Menyusui

10:02:00 PM 4 Comments

Pernah gak punya pengalaman Utang puasa bertahun-tahun karena alasan hamil dan menyusui? Tahun pertma tidak puasa karena hamil. Setelah anaknya lahir tahun kedua dan ketiga masih belum bisa puasa karena menyusui. Eh tahun berikutnya terpaksa hutang lagi karena ternyata "tekdung" lagi hihihi...

Banyak yang bilang katanya ibu hamil atau menyusui dilarang puasa, dan mendapat kompensasi. Tapi tahu gak sih, bayar hutang puasa rasanya lebih berat daripada puasa di bulan Ramadhan. Mungkin karena kalau bulan puasa kan bareng-bareng. Trus toko-toko makanan khususnya pada toleransi. Beda kalau puasa di bulan-bulan biasa. Godaannya meeeen...

Belum lagi ternyata membayar hutang puasa ramadhan bagi ibu hamil dan menyusui gak asal-asalan loh. Ada tata caranya.


Sumber di ambil dari Google

Pernah naik pesawat kan? Inget pesan pramugari saat terjadi tekanan yang menyebabkan oksigen menipis? Saat kantong oksigen keluar, ibu/orang dewasa harus lebih dulu memakai masker oksigen untuk dirinya sendiri dulu baru kemudian anak-anak/bayi. 

Pernah juga dalam suatu kajian seorang ustadz menjelaskan, jika kaitannya dengan ibadah maka dahulukan kepentingan diri sendiri. Misal saat ingin berwudhu, maka dahulukan diri sendiri baru orang lain. Atau misal bagi yang perempuan ingin pakai mukena saat solat, maka dahulukan dirinya baru meminjamkan ke orang lain.

Cara menghitung hutang puasa (qodha) ini juga demikian. Bisa dilihat dari tabel. Jika khawatir terhadap kondisi dirinya sendiri jika melanjutkan puasa saat hamil ataupun menyusui maka wajib membayar puasa dengan qadha. Jika yang pertama kali di khawatirkan bayinya maka wajib di qadha dan fidyah.

Ada beberapa orang yang menggampangkan dengan cuma membayar fidyah saja untuk hutang puasa karena hamil atau menyusui. Padahal jelas berbeda ya.

Bedanya kondisi hamil dan menyusui, kalau orang hamil cenderung cepat lapar lagi karena berbadan dua. Kalau sedang menyusui, cenderung LEBIH CEPAAAAAAT lapar kwkwkw. Ngerasain banget deh gue, ramadhan tahun lalu cuma dapet 5 hari puasa. Sisanya lambai bendera putih gak kuat sama lapernya. Kalau soal kuantitas ASI sih nggak. Alhamdulillah 5 hari itu meski berpuasa ASI tetap banjir. Jadi sebetulnya puasa tidak berpengaruh secara langsung terhadap kuantitas ASI.

Tapi biar lebih aman, yuk baca tips berikut sebelum memutuskan berpuasa bagi Ibu Hamil ataupun yang menyusui:

Konsultasikan Kepada Dokter
Terutama untuk yang sedang hamil harus konsultasikan keinginan puasa ini kepada dokter ya. Kebanyakan dokter sih biasanya tidak akan mengizinkan, karena kekhawatiran pada kondisi Ibu maupun Janin. Tapi selama seluruh hasil pemeriksaan baik-baik saja, insya Allah puasa aman kok.

Yah kalau punya tensi rendah, kurang darah, dinyatakan ketuban janin kurang atau kondisi-kondisi beresiko lainnya jangan ngotot juga sih. Ibunya harus sehat dulu, baru kemudian bisa menguatkan janinnya juga.

Kalau untuk ibu menyusui biasanya tidak akan terlalu berpengaruh sih sama ASI (menurut pengalaman gue). Pengaruhnya cuma ya itu, gampang lapeeeeeer buibu hihih

Makan Makanan Bergizi Seimbang
Kadang kita punya pikiran yang penting makan BANYAK saat sedang hamil atau menyusui. Lupakan diet dan nikmatin hidup. Eh tau-tau baper lihat timbangan kwkwkw.
Reeeeem ngemilnyaaaa >.<

Iya sih lagi hamil dan menyusui bawaannya laper teruuuus. Tapi bukan berarti bisa makan seenaknya *plak ngomong sama diri sendiri. Belum lagi kadang kebiasaan nakal ini di toleransi sama orang sekitar "Gak Papa kan Lagi Hamil/menyusui". 

Kata siapa orang hamil/menyusui gak perlu diet. Yang perlu di luruskan adalah makna dari diet itu sendiri. Gue waktu hamil trimester akhir ajah di suruh diet loh, karena ternyata baby nya sudah di atas 3kg. Intinya diet itu bukan mengurangi porsi makan atau bahkan gak makan sama sekali, tapi mengatur pola dan asupan makanan.

Sebetulnya bayi dalam kandungan maupun yang sedang ASI kebutuhan gizinya terpenuhi dari tubuh ibunya. Tapi bukan langsung dari yang di makan ibunya. Melainkan dari tubuh ibunya langsung. Jadi misal ibu tidak mengkonsumsi kalsium yang cukup, maka untuk kebutuhan janin/ASI tubuh akan mengambilnya dari kalsium pada tulang ibu, begitupun dengan nutrisi lainnya. Makanya kalau ibu tidak cukup mengkonsumsi kalsium ibu hamil/menyusui akan mengalami mal nutrisi. Itu yang di jelaskan Dokter kandungan pada kehamilan pertama gue.

Berpikiran Positif
Tarik napaaaaaaas...buaaaaaaang...tariiiiiiiik...buaaaaang... buang semua pikiran negatif. Mari kita move on ke pikiran yang lebih positif. Ibu hamil/menyusui membutuhkan suasana hati yang relaks/tenang. Gue pernah baca artikel yang menyatakan bahwa ibu hamil yang selalu bahagia adalah yang selalu berpikiran positif sehingga tidak rentan stress. Dan Ibu yang bahagia akan melahirkan anak yang ceria dan gampang rewelan.

Nah berpikiran positif ini juga sangat dibutuhkan untuk ibu menyusui. Sebab, ASI itu bahan baku utamanya bukan cuma makanan-makanan yang kita makan. Tapi "Alat" untuk memproduksinya adalah hormon Prolaktin dan Hormon Oksitosin. Hormon Prolaktin adanya di otak, berfungsi memerintahkan produksi. Sedangkan Oksitosin adalah hormon Cinta yang bertugas mengeluarkan.

Nah kalau ASI mampet, coba di cek apakah kita sudah berpikiran positif sehingga ASI terproduksi? Atau apakah kita sudah cukup bahagia sehingga ASI yang sudah di produksi bisa keluar?

Jadi jangan sekali-kali bilang "ASI ku gak keluar" atau "ASI ku mampet". Nah hati-hati otak kita akan merekam itu sehingga hormon Prolaktin "malas" bekerja. Menyusui itu harus keras kepala. Tapi bukan berarti harus di bikin stress. Pandangi bayi di depan kita dengan perasaan bahagia meski gak bisa bohong deh punya bayi tuh nano-nano dan seringnya bikin stress. Tapi perasaan bahagia dan penuh cinta itu akan memicu hormon Oksitosin bekerja mengelurkan ASI. Bilang juga sama Paksu (Pak Suami) untuk sering-sering peluk biar ibunya gak baper kwkwkw...

Konsumsi Booster ASI
Salah satu ikhtiar yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI adalah dengan mengonsumsi booster ASI. Kalau dulu para ibu di cekokin daun katuk atau bayam sampe eneg. Nah kalau sekarang udah enak nih. Bentuknya macem-macem. Ada yang bentuknya kaplet, susu bahkan teh.


Asi Booster Tea

Kalau gue di kasih kaplet nyerah deh ya, males nelen. Minum susu terus juga lama-lama bosen. Sekarang ASI Booster Tea, minuman teh Pelancar ASI alami pertama di Indonesia yang bisa meningkatkan jumlah ASI hingga 900%. 

Waktu produksi ASI gue mulai menurun gara-gara sutiris mengasuh anak, banyak temen yang rekomendasikan ASI Booster Tea ini. Sempat gak yakin karena namanya ajah Tea alias Teh. Yang gue baca-baca teh gak bagus di konsumsi ibu hamil ataupun menyusui. Karena selain ada kafeinnya, teh punya sifat "menghalangi" tubuh menyerap sari-sari makanan. Makanya banyak kasus bayi kekurangan kalsium karena ibunya suka minum teh setelah makan (selain karena kurang konsumsi sayuran).

Tapi ternyata namanya ajah Tea, tapi ASI Booster Tea ini sama sekali tidak mengandung daun teh. Komposisi minuman ini semuanya murni dari tanaman alami (herbal) yang sudah terbukti dapat meningkatkan produksi ASI. Seperti Fenugreek seed, fenugreek powder, fennel seeds, fennel powder, ANISE, cinnam venum, Alpinia powder, dan habbatussauda. Bisa di googling deh masing-masing manfaat dari tanaman-tanaman herbal tersebut. Atau bisa baca-baca di www.asi.web.id 

Nah ini dia kandungan dalam ASI Booster Tea

Banyak yang udah kasih riview, terutama yang mencoba puasa sambil ikhtiar minum ASI Booster Tea ini, dan semua riview positif bahkan puas. ini Alternatif buat yang gak doyan minum susu menyusui. 

Saturday, March 11, 2017

Ternyata Selama Ini Gue Salah Memilih Gendongan Untuk Bayi

9:24:00 AM 36 Comments


Namanya punya anak, apalagi anak pertama pasti serba bingung. Dari bingung harus ngapain, sampai bingung mau pilih perlengkapan yang mana. Apalagi perlengkapan bayi semuanya lucuuuuu. Kalau ke Baby Shop rasanya mau di ambil semua, kalau belanja Online setiap hari ada ajah kurir yang antar barang sampe PakSu (Pak Suami) geleng-geleng kwkwkw.

Nah dari seabreg perlengkapan wajib kalau punya bayi, salah satu yang harus di perhatikan adalah saat membeli gendongan. Gendongan ini sangat penting terutama kalau sedang bepergian. Karena kalau bepergian tanpa gendongan, ibu harus punya bantuan sepuluh tangan kwkwkw (kayak iklan sabun).

Tapi ternyata membeli gendongan itu gak bisa sembarangan loh. Kenapa? Karena salah-salah bisa mengganggu pertumbuhan bayi, atau juga bisa membuat cedera si penggendong. Apa ajah yang perlu di perhatikan saat membeli gendongan?

Pilih Gendongan yang Suport M-Shape

Gambar di ambil dari Google Posisi M-Shape 

Saat memilih gendongan cari yang jika di gunakan posisi bayi M-Shape. Kenapa? Karena bayi yang baru lahir tulang belakangnya melengkung seperti huruf C (Kyphosis). Nah Fase ini belum kuat untuk menopang tulang belakang. Fase melengkung ini bertahap sesuai usianya hingga akhirnya mampu tegak secara sempurna (usia 1 tahun biasanya baru tegak sempurna).

Nah posisi menggedong yang bisa mempertahankan posisi bayi adalah dengan membuka kedua paha bayi, paha disanggah oleh body shape panel gendongan, lutut lebih tinggi. Nah ini disebut dengan posisi M-Shape.

Kalau banyak mitos bilang posisi menggendong seperti ini baru boleh di lakukan saat anak sudah bisa duduk. Sebetulnya sudah boleh kok saat baru lahir. Tapi posisinya harus betul-betul M-Shape ya. Gendongan yang tidak suport M-Shape akan membuat kaki anak menggantung dan otomatis tulang belakangnya di paksa tegak. Nah ini yang tidak boleh.

Gambar di ambil dari google M-shape sesuai usia 

Atau kalau mau merasakan apa yang bayi kita rasakan, coba deh lakukan trial seperti yang dilakukan Mba Ida Ruwaida pemilik akun Facebook Raden Ajeng Ruwaida Niki. Doi nyoba duduk dengan posisi kaki yang sama persis dengan posisi kaki anaknya saat di gendong dalam posisi M-Shape maupun Non M-Shape. Hasilnya katanya selain gak nyaman, posisi yang gak mendukung M-shape bikin kaki kesemutan dalam 5 menit hehehe...
Trial Mba Ida yang di ambil dari FB Beliau 

Jangan Beli KW

Gendongan tipe SSC (Soft Structures Carrier) belakangan emang lagi hits banget. Produk-produk luar seperti Ergo Baby, I-Angel, dll mulai masuk ke Indonesia. Tapi jangan tergiur jika harga yang di tawarkan di bawah IDR 500k. Karena Aslinnya brand-brand tersebut paling murah di atas IDR 1jt.
Gambar Google Contoh SSC Brand Ergo Baby
Ada banyak alasan untuk tidak membeli KW, terutama soal keamanan. Banyak kasus produk KW ini kualitasnya juga KW. Gak mau dong lagi gendong tiba-tiba talinya putus? Dan ini sudah banyak kejadian. Bayangkan bayi yang kita jaga baik-baik harus cedera karena gengsi pengen terlihat pakai barang branded. Kalau soal gengsi, sebetulnya pakai gendongan KW malah bikin malu loh. Apalagi kalau ketemu sama orang-orang yang emang jeli sama barang Original hehehe malu kan kalau dibisikin manjah "Gendongan kamu KW yak" (Pengalaman pribadi dulu pakai tas KW *tutupMuka).

Kalau memang budget gak cukup untuk beli yang Ori, sebaiknya coba lirik produk-produk dalam negeri. Banyak kok ada CuddleMe, Andrea, Nana, Dialogue, Snooby, dll. Untuk SSC harganya di bawah IDR 500k. *NB: untuk produk Dialogue dan Snooby setelah membeli sebaiknya di jahit lagi karena banyak kasus talinya putus.

Kalau gue pribadi sih udeh nyaman banget sih pake Wrap. Awalnya ajah agak ribet, tapi kalau udah terbiasa cepat dan nyaman kok. Wrap sendiri sudah bisa di pakai untuk baby newborn. Kalau SSC untuk baby Newborn Harus pakai tambahan insert karena tubuh bayi akan tenggelam.
Tutorial Memakai Wrap (Pastikan posisinya benar M-Shape ya, karena saat membuat video gak ada kaca jadi gak lihat kalau posisi Umaro agak miring :D)

Bagaimana Kalau Terlanjur salah Beli

Trus gimana donk kalau udah terlanjur salah beli?? Posisinya gak M-Shape, trus harus dibuang gitu? Atau kasih orang?

Gue mengalami hal itu kok. Pas Umaro lahir dan menggelar pesta akikahan, banyak banget kado yang diberikan para tamu undangan. Namanya kado mah kan gak bisa request ya, kalau request mah udah minta mereka patungan beliin Ergo Baby yang Ori *plak.

Nah salah satu gendongan yang menjadi kado kelahiran Umaro ternyata gak M-Shape. Kalau di pake gue tahu itu gak bagus. Kalau di kasih orang, jiaaaah kayak lempar "racun" ke orang lain. Tapi setelah gabung di grup khusus gendongan gue baru tahu ada trick nya loooh.
Mensiasati gendongan yang tidak Suport M-Shape
Naaaah ini dia, gunakan kain tambahan untuk menopang kaki si kecil. Gue pribadi sih akhirnya belum pernah nyoba karena males dan udah nyaman pake wrap. Tapi pernah lihat waktu ke pasar ada ibu-ibu yang praktekin ini. Dan gue terharu loh, karena itu ibu bener-bener sayang anak dan mau belajar. Ada ajah yang udah tahu ilmunya tapi tetep ngotot kwkwkw *kaca mana kaca :p.

Gendong Pakai Jarik? Siapa takut...

Ada gak di sini yang menghidari banget gendong pakai jarik? *Gue ngacung kwkwkw

Dari jaman keponakan pertama sampai ke tiga, gue selalu menolak keras kalau di sodorin jarik buat gendong. Ribeeeet buuu plintir sana plintir sini trus pas anaknya duduk merosot malah bikin cemas. Makanya waktu tau hamil, dari jauh-jauh hari gue cari gendongan yang nyamaaaan banget. Apalagi setelah tahu seperti apa gendongan yang ideal.

Salah satu alasan gue gak mau pake jarik, sorry to say gue gak mau kelihatan kuno kwkwkw.

Tapi setelah banyak baca, gue akhirnya tahu kalau motif gendongan jarik sudah tidak sekuno dulu. Banyak jarik/kain gendongan yang di buat khusus mengikuti trend jadinya cantik-cantik hehehe. Trus gendong pakai jarik udah gak serempong dulu. Kalau mau simple bisa pakai Ring Sling yang sekarang sudah banyak di jual (khususnya online). Penggunaan ring sling ini bermanfaat banget biar gak mlintir-mlintir kain gendongan. Jadi seperti pakai gendongan siap pakai ajah.
Gambar di ambil dari Grup Fb Indonesia Baby Wearing 
Atau disini ada anak pramuka yang suka main simpul? Menggendong pakai jarik juga bisa loh pakai metode ikat simpul gitu. Meski di ikat penggendong masih bisa menarik ulur kain gendongan agar sesuai dengan posisi tubuh bayi
Gambar di ambil dari Grup FB Indonesia Baby Wearing 
Kalau dari awal tahu gendong pakai jarik bisa semudah ini, waaah gue bakal pakai tuh jarik yang sudah di warisi turun temurun *eh.

Jangan Menggendong Hadap Depan




Tolong di maafkan orangtua baru ini. Kami sama sekali belum tahu kalau ternyata menggendong bayi hadap depan itu sangat-sangat tidak disarankan. Meskipun waktu beli gendongan salah satunya tergiur dengan iming-iming bisa menghadap depan, belakang, gendong samping sampai bisa gendong sambil jungkir balik *lebay gak ada yang begitu :p.
Kenapa sih kok gak di sarankan gendong hadap depan?

  1. Tidak mendukung kaki bayi Kaki yang menggantung berarti tulang ekor dan pinggul tidak aman 
  2. Menyulitkan si penggendong Secara alami bayi merangkul orangtua. Menggendong hadap luar memberi beban lebih bagi si penggendong 
  3. Menekan tulang punggung-ekor bayi Posisi bayi tidak stabil, memaksa punggung bayi sehingga beban terpusat di tulang ekor 
  4. Menekan bagian vital dan selangkangan Sangatlah tidak nyaman bila bagian vital bayi tertekan dalam sekian waktu 
  5. Stimulasi berlebihan 
  6. Tidak menopang leher dan kepala Peluang dagu menempel leher semakin besar sehingga resiko bayi tidak bernafas sempurna 
  7. Menyebabkan sakit punggung Posisi menggendong tidak ideal menyebabkan beban tidak terdistribusi rata. 
  8. Sulit berkomunikasi dengan bayi 
  9. Menyulitkan thermoregulation Dekapan orangtua menghangatkan bayi, membuat bayi nyaman dan tenang. Bayi hadap jalan tidak bisa merangkul atau mendekap orang tua. 

Meskipun gendongan yang dipakai sudah M-shape, ketika memutuskan menggendong hadap depan semua upaya yang selama ini di usahakan sampai beli gendongan mahal seketika menjadi sia-sia.
Setelah dilihat emang kelihatan gak nyaman sih anaknya ya *plak 


"Ya Udah Yuuuk Balik Ke Jarik, Gendong Tiduran Wis Paling Aman..." Yakin?

*Tulisan ini akan terus diperbaharui agar semakin lengkap informasi seputar gendongan agar bayi-bayi calon penerus nusa dan banga (tsaaaah) terjaga keamanannya.

Awal gue belajar soal gendongan, gue cuma peduli bagaimana bisa gendong tanpa pegel. Tapi setelah di ajak gabung ke grup khusus gendong-menggendong akhirnya gue singkirkan semua pikiran "egois" itu. Ya gimana gak egois kalau yang dipikirin kenyamanan emaknya ajah, anaknya kagak.

Trus saking ribetnya, gue akhirnya nyeletuk "Wis lah balik ke gendongan jadul ajah. Gendong posisi tidur, atau posisi kaki anak rapet. Beres!" Tapi ternyata ada yang share juga bahwa gendongan ring sling yang di gunakan dalam posisi tiduran juga berbahaya buat Bayi. What?! Why?!

Di Amerika sendiri gendong posisi tiduran dalam gendongan sudah menyebabkan beberapa kasus kematian. Pasalnya dalam gendongan (yang biasanya tebel) anak tidak mendapatkan cukup oksigen. Dan posisi dalam gendongan (dengan kepala tidak di sanggah lengan) membuat posisi kepala bayi tertekuk ke dalam. Coba lakukan percobaan kita menunduk sedalam-dalamnya sambil bernapas. Yang Gue rasain jadi susah napas bo! Ini juga salah satu alasan bahwa bayi tidak membutuhkan bantal. Apalagi jika bantalnya terlalu tinggi.

Dan emang sih selain kurang oksigen, pasti di dalam panas banget. Setiap keluar dari gendongan tiduran Umaro selalu basah oleh keringat. Haduuuuuh Umaro maafkan bundaro naaak *nangisgegulingan.
Diambil dari sharing di Grup FB Indonesia BabyWearing


Tantangan Menggendong Posisi M-Shape

Nah ini yang paling sering di curhatin para gendongers. Ketika sudah dapat pencerahan soal menggendong posisi M-Shape nah selanjutnya adalah menghadapi suara-suara yang berteriak "Itu anaknya kasihan udah di pekeh". Dan suara itu tidak cuma dari tetangga, yang paling sulit adalah ketika suara itu datang dari keluarga sendiri. krik...krik...krik...

Nah, kalau yang ngomong orangnya bisa di ajak diskusi paparin deh berbagai informasi soal menggendong posisi M-Shape. Kalau orangnya cukup kolot, ya udah senyumin sambil kulo nuwon ajaaaaaah... hehehe

Waktu menggendong umaro pakai wrap ajah, karena emang masih jarang yang pakai (apalagi di daerah) gue sering jadi pusat perhatian. Dari mulai orang yang terus melirik sampe akhirnya nabrak tiang karena jalan gak lihat depan, sampai ada yang betul-betul perhatian dengan teriak "Ya Ampuuun anaknya di lilit-lilit" atau "Itu panas anaknya di ungkep dalam gendongan" atau "Ribet Banget siiih" atau "Itu kok anaknya udah di Pekeh..." dsb

Kalau yang kolot, udeh nyerah deh gue. Mending tinggalin ajah dari pada bikin emosi jiwa kwkwkw.

Kalau masih kekeuh gak masalah di gendong bayi dengan posisi gak Suport M-Shape. Sok lah di lakukan percobaan. Minta Paksu buat gendong kita dengan posisi Non M-Shape, dan rasakan bedanya kwkwkw.
Capek habis gendong anak, Asyik lah minta gendong Paksu kwkwkw (Gambar di ambil dari Grup Indonesia Babywearing) 

Baca Juga : 10 Item Optional Dalam Merawat Bayi

Semoga Umaro disana memaafkan segala kekhilafan Bundaro dan Ayahro ya nak. Fungsi dari gendongan memang untuk memudahkan tugas orangtua. Terutama ibu yang memang kadang di tuntut multi tasking. Sambil gendong tetep harus sambil masak, nyuci, ngepel dsb.

Gendongan yang baik selain memenuhi aspek yang udah gue ulas, salah satu indikator kalau itu gendongan udah bener cara pakenya adalah tangan ibu/penggendong bisa bebas tanpa harus menyangga/menopang tubuh bayi lagi saat menggendong.

Wednesday, March 8, 2017

Detik-Detik Melahirkan Gue Berantem Sama Bidan

10:16:00 AM 15 Comments
Morniiiiing... *tetap baca morning walau kalian bacanya siang atau pun malam yak :D

Setelah kemaren gue menterapi hati gue lewat tulisan Berdamai Dengan Luka yang cukup menguras air mata saat menulisnya. Kali ini gue masih ketagihan Writing Therapy dengan menuliskan pengalaman seru saat melahirkan Umaro. Ehm... sebetulnya sih tulisan ini hutang, sudah lama mau di tulis tapi mood belum kumpul. Sekarang mari kita kumpulkan kekuatan 

"KaMeKaMeHaaaaaa...."

Setelah 6 Bulan Pernikahan...
Bagi gue kabar terbaik setelah 6 bulan pernikahan yang luaaaaar biasa adalah mendapati kabar kalau gue hamil. Karena harapan terbesar gue setelah menikah adalah segera punya anak. Jangankan setelah menikah, temen-teman deket gue pasti tahu deh polah gue yang selalu elus-elus perut sambil ajak ngobrol layaknya orang hamil itu selalu gue lakukan jauuuuh sebelum menikah *Plak
Finally...

Setelah ujian pernikahan yang gak biasa sampai hampir pisah (alhamdulillah punya suami yang mental baja dan sabaaaaar Luv u Abang muach muach), gue inget banget menjelang akhir bulan Ramadhan gue berdoa sungguh-sungguh "Ya Allah titipkanlah seoarang anak dalam pernikahan kami" dan seinget gue doanya itu sambil nangis karena baper. Soalnya baru ajah ada teman yang datang berkunjung, yang tanpa sengaja gue tanya "lagi isi ya?". Usia pernikahan mereka cuma beda dua hari lebih dulu dari gue dan abang. Nyessss pas doi jawab iya gue langsung bapeeeer...

Setelah beberapa waktu gue mengalami gangguan gaib lagi. Setiap bulan gangguan itu emang selalu muncul menjelang jadwal haid gue. Kata-katanya selalu sama "Aku akan membunuh anakmu" dan besoknya haid. Gimana gak tambah baper coba kalau kayak gitu? Tapi gangguan gaib yang terakhir ini sama abang agak di tanggapi. Tiba-tiba abang ngajak ke dokter kandungan padahal masih jauuuuh banget dari jadwal haid. Yah sebagai isteri yang penurut ya udin gue nurut bae lah...

Tapi ternyata kunjungan ke dokter kandungan bikin tambah baper. Saat di tanya keluhan gue bilang kalau perut belakangan suka nyeri (emang iya). Trus di lakukan pemeriksaan USG di perut sama di 'anu' (gue lupa namanya dan asli gue gak mau lagi di priksa macam itu). Dokter SPOG nya sambil bersenandung ceria dan suara riang "waaah ada gumpalan di rahim kamu. Mungkin miom, du..du...du..."


Role Play nya pake Si Edu hahaha
What?! Dokter lu orang nyampein kabar begitu kayak nyampein kabar gue dapat sepedah motor. Tetep ceria dan gak berhenti bersenandung. Padahal gue yang dapat kabar udah keringet dingin. "Tapi saya masih bisa hamil kan dok?" tanya gue ragu-ragu. Yang di tanya jawab masih penuh keceriaan "Tenaaaaaang keponakan saya miom nya segede apa tahu sekarang anaknya 3"

Well, sebetulnya kalau dipikir secara positif dokter kayak gini harusnya bisa bikin kita tenang. Kalau dokternya serius kayak di sinetron, waaaaah gue bisa baper akut.

Beberapa waktu kemudian gue merasakan perubahan khususnya emosi pada diri gue. Lebih sensitif sama suami, sebentar-sebentar marah... sebentar-sebentar ceria lagi... dan sebentar-sebentar nangis... untuk urusan yang sebetulnya sepele. Yah untung cuma sebentar-sebentar kwkwkw. Nafsu makan juga meningkat secara drastis. 

Gue udeh 'curiga' jangan-jangan....jangan-jangan... Maka pada waktu subuh di suatu hari gue putuskan mengambil stock testpack (FYI Testpack gue banyak ciiiin buat cek tiap bulan kwkwkw). Pas ngecek ternyata garisnya muncul dua, tapi yang satu samar. Hadeeeeuh kan bikin bingung. ini positif atau setengah positif siiiih...

Gak mau galau sendirian gue bangunin si Abang yang masih molor.

"Abang bangun!!! Abang harus Tanggung jawab!!! Aku Hamil!!!"

Ekspektasi gue si abang akan bangun dengan wajah syock *kebanyakan nonton sinetron. Tapi ternyata si Abang melek dikit, lirik sebentar, trus peluk bantal lagi. Ekspresi macam apa itu??

Setelah lihat si testpack ternyata abang juga gak kalah bingung. Tapi daripada bingung akhirnya kami putuskan tanya ahlinya. Dokter mata? Ya Bukanlah, Dokter kandungan.

Di Banjarmasin ada 4 dokter kandungan wanita. Karena mau tahu seperti apa pengalaman dengan dokter yang lain, akhirnya kami memutuskan ganti dokter. Mencari mana yang lebih membuat nyaman.

Dokternya sempat menyimpulkan belum positif. Karena saat di usg terlihatnya juga masih gumpalan biasa. Barulah setelah dua minggu kembali lagi dokter memberi selamat kalau positif hamil. Rasanya kayak ada Confeti yang di tembakkan gitu kwkwkwkw *lebay.

Mau melahirkan dimana?
Mengingat betapa rumitnya urusan domisili bagi kami, diskusi tentang mau melahirkan dimana menjadi pembahasan serius. Apakah di Jakarta tempat dimana orantua gue berada, ataukah di Yogya tempat keluarga suami berada, atau di Banjarmasin tanpa sanak keluarga.

Berhubung gue ini manja akut sama suami, LDR sehari ajah kayak seabad rasanya. Maka gue minta untuk melahirkan di Banjarmasin saja. Tanpa keluarga besar mendampingi, kalaupun datang mungkin setelah lahiran. Lagian yang hamilin siapa, yang tanggung jawab suruh nemenin lahiran masa orang lain kwkwkw.

Kalau harus melahirkan di Jakarta selain gue bakalan banyakan Baper sama mitos dari emak yang segambreng, gue juga bakalan LDR minimal 8 bulan sama abang. Yah mungkin sih abang akan datang menjenguk sekali waktu, tapi eman-eman sama tiket pesawatnya wkwkwk *emak-emak perhitungan.

Akhirnya keputusan melahirkan fix di Banjarmasin. Setelah gonta ganti dokter SPOG (sebetulnya cuma dua sih, cuma setiap bulan kontrolnya selang seling) akhirnya keputusan melahirkan di sebuah rumah sakit khusus ibu dan anak dengan segala pertimbangan.

Meski harus rela melepas asuransi kantor demi bisa melahirkan Spontan/normal dan mencari yang suport ASI Eksklusif keputusan bulat untuk pindah rumah sakit.

Baca juga : Punya Mata Minus Menghalangi Ibu Melahirkan Normal, Benarkah?

Detik-Detik...
Senin 4 April 2016 jam satu malam, gue kaget karena bangun dalam keadaan basah. Ada air merembes entah ketuban entah pipis. Emang sih gue mimpi ke toilet. Tapi karena sudah mendekati HPL rasa khawatir pasti ada, dan jam empat kami putuskan ke rumah sakit.
Pasiennya sebetulnya siapa siiih :D

Sampai di rumah sakit, masuk ke ruang UGD bidan jaga melakukan pengecekan. Sumpah, gue baru tahu cara cek pembukaan ya begitu. Gak nyaman bangeeeeet! Wahai para orang pinter buatlah tekhnologi mutakhir untuk cek pembukaan.

Satu bidan gak yakin, kemudian bidan lain datang juga ngecek. "Hemph!"

Dan ternyata masih pembukaan setengah. Melongolah gue, baru denger seumur-umur pembukaan kok setengah. Trus ketuban juga masih bagus. Sempet di tawari rawat, gue pilih pulang ajah.

Hari rabu 6 April 2016 kami kembali ke Rumah sakit karena mulai terasa kontraksi. Lagi-lagi di ruang UGD gue harus di periksa dengan cara 'itu'. Asli bete. Dan pembukaan baru satu. Di tawari nginap lagi, gak deh pulang ajah.

Supaya pembukaan cepat dan lancar harusnya ibunya emang olahraga. Tapi emang dasarnya gue males gerak, si Abang cari akal. Setiap pulang kerja gue di ajak ke Mall muter-muter setiap lantai kwkwkw.

Hari Sabtu 9 April 2016 Gue mulai merasakan kontraksi semakin sering. Tapi belum per 5 menit. Akhirnya diputuskan untuk priksa. Tapi priksa biasa ajah, gak mau ke ruang UGD lagi. Langsung ke dokter ajah cek kandungan biasa. Sampai di rumah sakit ternyata dokternya gak ada. Dinas dan baru balik senin. Panik donk kami, kalau lahiran pas dokternya gak ada gimana. Katanya dokter pengganti laki-laki.

Akhirnya kami kembali ke rumah sakit pertama yang dokternya super ceria itu. Ternyata beliau juga gak ada lagi keluar kota juga balik baru senin juga. Aaaargh ini lagi ada asosiasi dokter kandungan seluruh Indonesia bikin acara apa ya.

Dokter kandungan ke 3 akhirnya kami datangi. Sudah periksa dan Umaro dalam kandungan di nyatakan sebagai "BIG BABY" karena sudah diperkirakan beratnya 3,6 kg. Ya sudah kami putuskan ke dokter tersebut. Tapi meski buka praktek sendiri, untuk melahirkan beliau menunjuk 3 rumah sakit karena kliniknya gak ada peralatan lengkap. Sambil mules-mules, dengan meminjam mobil pada kabid yang lagi mudik kami pun melakukan survei. Tapi 3 rumah sakit yang di tunjuk gak sreg di hati.

Hari minggu 10 April 2016, pagi hari gue rasakan kontraksi per lima menit sekali. Katanya kalau sudah begitu sudah dekat banget waktu melahirkan. Langsung deh bawa tas yang udah disiapin, minta tolong tetangga antar ke rumah sakit. Di cek lagi (udah pasrah) ternyata masih pembukaan satu. Tapi karena sudah sering mulasnya di sarankan banget buat rawat.

Akhirnya kami putuskan kembali ke rumah sakit pertama meski opsi melahirkannya dengan pria. Sambil elus perut gue bilang "Umar lahirnya nunggu Bu Dokter pulang yaaa... sabar yaaaa..."

Karena udah pede bakalan cepet, kami pilih kamar kelas 3 dengan isi 4 pasien. Dan tau gak siiih... sampe ruang rawat si Umaro bener-bener kalem lagi. Gak ada sakit-sakit lagi. Di kamar pun kami cuma glundungan gak jelas kwkwkw. Sampe si abang bosen, ngajak jalan-jalan yang di tentang keras sama para suster (bidan). 

Kamar yang tadinya sepi perlahan mulai terisi. Di isi oleh pasangan paruh baya yang datang malam-malam, rame-rame, berisik pula ganggu jam istirahat. Karena bete abang akhirnya ngajak pindah ke kelas 1 atau 2. Dan pilihan jatuh di kelas 2 dengan isi pasien 2 orang (alhamdulillah kosong sampai keluar rumah sakit hehehe).

Setelah pindah kamar, ternyata teman kantor abang berdatangan. Gak cuma satu, tapi betul-betul sekantor. Penuhlah seketika itu ruangan, dan berisik kwkwkw. Kami nyengir-nyengir kuda ajah, kalau kami gak pindah kamar mungkin kami yang dapat komplain. Gak cuma teman kantor, orangtua teman suami yang emang dekat juga datang memberi suport. Aaaah... saat jadi perantau teman dan tetangga adalah keluarga. Gue sangat terharu.

Tiga hari di rumah sakit gue merasakan kontraksi yang semakin terasa. Tapi setiap dicek pembukaannya lambat. Drama selama di rawat itu adalah bagaimana perjuangan abang membujuk gue yang phobia jarum suntik untuk mau di infus dan diambil darah.
Pertama kalinya di infus...

Selasa 12 April 2016 jam 11 malam, kontraksi semakin terasa hebat. Abang pun akhirnya memanggil bidan jaga. Gue di bawa ke ruang bersalin. Cek pembukaan masih jauh deh dari 10 (lupa berapa). Meski sakit minta ngeden, kalau belum lengkap kan gak boleh ngeden. Tapi gue berasa kalau ketubannya sudah di pecah paksa sama bidan. Mungkin untuk merangsang cepat lahir.

Jam demi jam beralu sampai kami bertemu dengan tanggal 13 April 2016. Tapi selain pengecekkan detak jantung dan pembukaan, sisanya bidan tidak melakukan apa-apa. Sampai menjelang subuh abang bosan dan ngantuk pamit keluar. Jiaaaaah gue di tinggalin. Tapi gak papa deh daripada ikutan bete lihat wajah doi. Udeh gitu mana yang jaga bidannya juteks. Jam 3 pagi di tawari bidan untuk SC tapi gue dan suami menolak keras.

Jam 5 Infus hampir habis, abang juga sudah balik dari luar. Gue panggil bidan mau tanya kelanjutannya kayak apa. Soalnya juga sudah tidak ada pengecekan pembukaan lagi, infus pun sudah mau habis.

Dengan santai dan jutek bidannya cuma jawab kalau infus habis ya di isi lagi, "itu bukan induksi, ibunya ajah udah kesakitan banget apalagi di induksi" jawabnya dengan nada ngeremehin. Waaaah ngajak ribut ini bidan.

"Trus anak saya kapan mau di lahirkan sus?" 
"Ya kalau pembukaan udah lengkap"

Gue yang banyak baca kalau ketuban sudah pecah harus segera di lahirkan akhirnya tambah bete. Gue gak mau anak gue kenapa-kenapa. Sambil nahan sakit gue kuat-kuatin buat marah.

"Kalau gitu saya mau SC."
"Yah ibu kalau mau SC mah dari tadi. Dokternya udah pada pulang dari tadi. Tadi jam 3 saya tawarin ibu Nolak."
"Saya gak peduli, saya tau Dokter N yang punya rumah sakit rumahnya di belakang. Panggil SEKARANG."
Umaro belum ada 24 Jam, BB 3,565 gram PJ 51cm Lahir tgl 13 April 2016 Jam 05.55

Dengan bete si bidan pun menelpon dokter N. Mengkonfirmasi keinginan gue. Setelah disetujui gue denger si bidan menelpon satu persatu dokter-dokter yang lain. Persiapan pun dimulai. Seorang suster mendekat minta izin mencukur bulu-bulu halus disekitar perut. Dan yag bikin gue nyesel dia juga memberi arahan kalau gue sudah harus mulai puasa. Gak boleh makan minum lagi. Laaaaah gue abis triak-triak barusan. Tau gitu minum dulu.


Pas lagi di cukur masuklah bidan senior favorite gue. Orangnya ramah dan lemah lembut. Nyaman banget sama dia.

"Bu, ini pembukaannya sudah lengkap. Tapi karena bayinya besar posisinya masih tinggi. Kalau ibu mau ngeden kuat-kuat bisa kita lahirkan sekarang."

"Dari tadi emang udah mau ngeden gak boleh susteeeeer. Ya udah lah ayo kita ngeden."

Langsung semua sibuk mempersiapkan kelahiran si Umaro. Abang bersiap di sisi kiri gue, menggenggam lengan gue kuat-kuat, memberi motivasi dengan suara lembut. Bikin gak tega pengen nyakar atau mukul-mukul kwkwkw.

Satu bidan menopang kaki kanan gue agar ketekuk. Satu bidan memperhatikan jalur lahir sambil kasih aba-aba. Kaki kiri gue yang mulai kram karena menggantung dipijat lembut sama bidan. Abang pun berinisiatif pindah memegangi kaki kiri.

"Ayo buuu... ini kepalanya sudah kelihatan. Sedikit lagi bu." bidan
"Ayo sayang sedikit lagi sayang, atur napasnya sayang." Abang
"Ini pak sudah kelihatan pak rambutnya kan?" Bidan

Gue lagi ngatur tenaga sementara si abang mengkonfirmasi rambut si Umaro yang udah kelihatan. Tiba-tiba...

"Iya sayang! Ayo Sayang! Ngeden sayang yang kuat! Abang udah lihat Kepalanya! Ayo sayang!"

Maaaaak, kemana suara lemah lembut tadi? Kok berubah jadi kayak suporter bola? Dikira gampang apa main ngeden-ngeden gitu. Mana semalam cuma makan sedikit.

Dan tambah bikin krik...krik...krik... gitu saat puas kasih semangat 45, si abang tiba-tiba pamit.

"Sayang abang solat dulu, ya. Belum subuhan, udah hampir terbit." dengan nada santai dan ngeloyor gitu ajah. Antara bersyukur sama gemes punya suami terlalu realistis kwkwkw. Tapi itu positif kok, meski gemeeeeez.

Setelah abang keluar gak lama dokter masuk dengan nada santai. "Bagaimana sudah sampai mana prosesnya." Lah ini orang-orang pegimane sih. Apa cuma gue yak yang tegang.

Setelah siap di posisi dokter meberi aba-aba. Satu kali napas dalam dan ngejan kuat akhirnya gue bisa mendengar tangis Umaro untuk pertama kali. Apakah gue merasa haru? Jelas! Tapi gue malah kepikiran "Dok... gue bayar dokter cuma buat ngasih aba-aba terakhir? Berasa jadi polisi di pelem-pelem india gak seh?"

Setelah Umaro di bawa ke bilik sebelah untuk di timbang, dibersihkan dll, abang masuk kembali ke ruang bersalin.

"Gimana-gimana sudah lahir belum?" Abang
"Sudah pak di ruang sebelah sedang di bersihkan." Kata dokter

Si Abang langsung ngeloyor pergi, nyuekin gue gitu ajah.

"Oooooi isterinya dulu keleeeeus yang di liatin. Main pergi gitu ajah!"
"Oh iya lupa sayang. Makasih ya sayang, kamu hebat. I Love u (sambil cium kening)" trus langsung pergi ke bilik sebelah

Dih... formalitas bangeeeeet.

Sambil proses jahit menjahit yang alhamdulillah gak terasa sakit gue satu-satu ngucapin makasih sambil minta maaf juga tadi udah marah-marah kwkwkw. Bener kata emak gue, sembuhnya orang melahirkan tuh ya setelah lahiran. Gue kayak orang paling sehat sedunia, masih punya tenaga dsb kwkwkw. Dari bilik sebelah gue bisa denger Abang sedang meng-adzankan Umaro. 
Udah suka Senyum Dari Lahir...

Sebelum Umaro dibawa ke ruang sebelah, gue di kasih kesempatan untuk IMD. Saat pertama kali si Bakukuk (panggilan kesayangan buat Umaro) dalam pelukan gue langsung bilang "Nak... kita sama-sama belajar ya. Bunda belajar jadi orangtua. Kamu belajar jadi manusia yang berakhlak karimah"

Kali ini rasanya bener-bener haru. Apalagi melihat Umaro yang sedang berusaha mencari puting untuk IMD. Tapi haru itu seketika hilang saat suster gak sabaran akhirnya narik puting gue untuk langsung di tangkap Umaro kwkwkw.

Harapan segera pulang...
Dengan bahagia bisa lahiran normal, berarti besok sudah bisa pulang ternyata cuma mimpi. Suster kasih kabar kalau umaro terkena infeksi karena keracunan ketuban. Tuh kaaaaan... kalau gue gak marah-marah kayak apa jadinya.

Tanggal 16 April 2016 akhirnya kami baru bisa pulang dengan membayar tagihan melahirkan Normal rasa SC *nyengir Kuda.


Emak Babeh Dari Jakarta

Pulang sebentar taruh tas, kami langsung capcus lagi ke bandara jemput Emak sama babeh dari Jakarta. Tapi gue sama Umaro nunggu di mobil ajah, gak ikut keluar.

Hamil sampai melahirkan Umaro memberikan gue pelajaran berharga tentang takdir. Gue percaya dengan atau pun tanpa induksi, SC ataupun Spontan/normal Umaro akan lahir di hari dan jam yang di tentukan Allah. Sebelum dia lahir pun gue sudah yakin bahwa dia akan memiliki takdirnya sendiri yang sudah tertulis pula kapan dia akan kembali.
Yangkung & Yangti dari Yogya

Namun saat memilikinya gue menjadi lupa. Lupa kalau dia hanya di titipkan. Lupa kalau takdir nya sudah tertulis. Dan kepergian Umaro kembali kepada sang Khalik adalah pelajaran untuk mengingat, bahwa semua yang hidup akan mati. Kita yang hidup hanya menunggu giliran. Kita yang di tinggal hanya diberi peringatan. Kita yang hidup hanya perlu berproses menjadi lebih baik saat menghadapi ujian dari-Nya.
Pemandangan paling romantis...

Baca Juga : Proses Takhnik Umaro

Monday, March 6, 2017

Berdamai Dengan Luka

4:20:00 PM 61 Comments
Fresh From Oven nih Umaro hehehe...


 Dua Puluh Tiga Hari...

Pernah empat tahun silam seorang Senior di FLP menyampaikan nasehat yang sangat sederhana namun bermakna dalam. Kata beliau, "Ikhlas itu di awal, di tengah dan di akhir". Kalimat itu yang memberikan gue tamparan bolak-balik beberapa hari lalu saat perjalanan menuju Jakarta-Cianjur. Salah satu perjalanan untuk menghapus luka. Ya, luka kehilangan... Umaro putra tercinta.

Ditengah kekonyolan lagu dangdut koplo yang lumayan menghibur, tiba-tiba kondektur Bus Antar Kota itu memutar lagu Wali. Ah... lagu itu sejak dulu sukses menghipnotis gue. Selain melow, Apoy yang merupakan senior gue di paduan suara kampus itu emang selalu nulis lagu sederhana tapi bermakna dalam. Lagu-lagu yang bikin gue sukses banjir air mata, dan menyembunyikan isak tangis dari penumpang sebelah. Yang juga sukses membuat kondektur seketika bingung melihat wajah sembab di mata saat menagih ongkos.

Apakah gue belum ikhlas?
Entah percaya atau tidak, gue berhasil menghapus luka kehilangan anak pertama dalam usia 10 bulan. Kehilangan di saat anak tersebut sedang lucu-lucunya. Kehilangan saat tidak ada satupun pertanda. Kehilangan saat semua berjalan indah dan akan bertahan selama-lamanya.

Kalau saja ada firasat, meski gue menjadi full mom yang mengurusi Umaro dari membuka mata sampai kembali tertidur lelap gue tetap merasa seluruh waktu itu terasa kurang. Banyak rencana masa depan, banyak janji masa depan yang seketika harus berakhir dalam beberapa menit saja.

Hari Itu...
Hari itu semua berjalan biasa. Banyak agenda bersama, Gue, Ayahro dan Umaro. Pagi itu gue masih menyempatkan ke pasar bersama Umaro. Berencana menyiapkan MPASI dan menu keluarga spesial agar hari itu semua makan di rumah. Menghemat pengeluaran.

Selesai belanja kami masih bersenda gurau, eyang Yogya (mama mertua) yang sedang di Bekasi menelpon. Gue seperti biasa 'mengadu' polah umaro yang semakin bikin ngos-ngosan. Ayahro pulang dari tugas kantor (meski weekend). Kami sempat bercanda sesaat bersama, bertiga. Seperti hari-hari biasa. Dan kalau boleh meminta hari itu tetap berjalan biasa saja seperti hari-hari sebelumnya.

Tapi ternyata, Allah punya rencana lain. Kami sibuk masing-masing. Saling mengandalkan menjaga si kecil. Dan anak itu seperti biasa bermain. Rumah kami yang selama ini sudah kami buat aman sedemikian rupa, nyatanya menjadi tempat putra kami menghembuskan napas terakhir kalinya.

Segala upaya kami upayakan untuk menyelamatkan putra kami. Tapi Allah punya kehendak lain.

Menolak Kebohongan...
Dalam kalut gue menanti di rumah. menanti kabar dari dua lelaki tercinta yang pergi ke rumah sakit bersama beberapa tetangga. Tetangga lainnya yang kebanyakan perempuan mendampingi, menenangkan. Memberi janji manis bahwa putra kecilku baik-baik saja.

Gue gak terima kebohongan dalam bentuk apapun. Saat itu penting bagi gue mendapat kabar sesungguhnya daripada menerima kebohongan yang bagaimana pun juga itu bohong. Tapi hati gue juga ternyata gak bisa menerima kabar sesungguhnya. Maka saat itu terjadi perang batin yang membuat gue seketika menceracau seperti orang gila.

Antara sadar dan tidak sadar, seketika gue tatap wajah embah (tetangga yang sudah sepuh) sambil bilang "Mbah, jangan bohong mbah. Jangan sekalipun mbah, biarkan aku menyiapkan hati mbah..."

Tiga puluh menit kemudian Abang pulang, menggendong tubuh putra kecil kami yang terbungkus kain putih. Dan saat itu tidak ada lagi yang lebih menyakitkan dari seluruh luka yang gue alami. Abang meletakkan tubuh mungil itu di pangkuan gue. Kalau saja kita pernah berharap satu scene dalam hidup kita adalah mimpi, kali ini gue berharap kali ini betul-betul mimpi. Tapi dalam luka gue tetap harus berpikir rasional. Gue gak boleh egois. Selama ini gue memprioritaskan kebutuhan Umaro. Maka detik ini gue pun harus melakukannya. Kebutuhan Umaro adalah segera dimakamkan...

"Ayah, kapan Umaro mau dimakamkan?"
"Belum tahu bunda..."

Banyak isak tangis dari teman dan tetangga bahkan satpam komplek yang memang sayang Umaro. Menjadi perantau tanpa saudara dan keluarga, teman dan tetangga adalah keluarga terdekat. Bahkan gue masih ingat saat melahirkan Umaro dulu, kamar rumah sakit penuh oleh mereka. Membuat kami nyengir kuda antara menahan tegang karena kontraksi dan kagum dengan perhatian mereka.

Tapi kemudian gue mulai terusik dengan satu dua "orangtua" yang tidak berkenan melihat gue memangku Umaro. Beberapa ada yang mencoba mengambil, menarik lengan gue, atau sekedar membujuk. Memancing marah gue seketika, "JANGAN LARANG SAYA! INI ANAK SAYA!"

Kekuatan itu gue peroleh dari keras kepala gue selama ini mengurus Umaro. Keras kepala untuk memberikan ASI Eksklusif. Keras kepala untuk memberikan MPASI tepat waktu dengan menghidari makanan instan. Keras kepala untuk memberikan stimulasi yang tepat usia dsb. Dan sampai detik terakhir mereka masih "ikut campur" maka keras kepala gue berlaku juga.

Akhirnya gue pun meminta Ayahro membawa kami menuju kamar. Beristirahat. Dan saat itu gue minta semua orang keluar dari kamar. Gue cuma mau seperti biasanya, hanya ada kami bertiga. Tanpa Nyinyiers. Meski masih terdengar jelas suara para nyinyiers di luar sana...

"Kok bisa sih? Anak lagi aktif itu kok gak di jaga..."
"Udah tahu di belakang air gitu, kok gak di pagar..."
Ayahro exited banget pasang pagar pengaman...

Mereka hanya menilai hari itu. Kenapa tidak menilai juga hari-hari sebelumnya. Bagaimana kami berupaya. Bagaimana kami mencoba merawat dan menjaga putra kami. Pengawasan sudah maksimal, pagar bukan tidak di pasang. Sudah 6 orang memasang, tapi pagarnya tidak bisa menempel pada tembok.

Gue gak mau membela diri, tapi bisakah mereka berhenti menyalahkan? Sebab tanpa mereka mengatakan semua itu hati kami sudah di rundung rasa bersalah. Belum lagi orang-orang yang tidak berhenti bertanya Kenapa?

Tahukah mereka, setiap gue memejamkan mata dan terlintas scene pertama kali gue menemukan tubuh bayi kecil kami itu maka yang terjadi adalah gue menjerit sejadi-jadinya. Membuat Abang yang entah berada dimana saat itu akan segera datang menenangkan. Meninggalkan aktifitas atau kerabat yang datang melayat. Jadi saat mereka cuma sekedar bertanya kenapa, maka scene paling menyakitkan itu akan terputar ulang begitu saja. Dan jangan tanya seperti apa sakitnya.

Kenapa...
Saat orang-orang bertanya kenapa, orang yang jelas paling ingin jawaban kenapa ada gue. Gue mau tanya sama Tuhan, kenapa harus gue? Kenapa kebahagiaan yang gue kira akan tercipta setelah pernikahan akan abadi, hanya sesaat. Kenapa gue harus mengalami kehilangan yang pahit?

Kata mereka yang 'hadir' mereka berbisik kalau gue orang pilihan. Kalau boleh memilih gue gak mau di pilih. Kata mereka yang 'hadir' gue punya tabungan di surga. Kenapa surga harus di tebus dengan perginya sebuah nyawa? Belum lagi di tengah duka gue melihat tumpukan-tumpukan amplop yang di tempel di tangan dari para pelayat. Sampai akhirnya gue sampaikan ke Abang "Bisakah kita membeli kembali Umaro dengan uang-uang itu?"

Waktu memandikan Umaro sudah tiba, orang-orang yang di undang untuk memandu dari komunitas salaf datang. Gue meminta izin sama Abang untuk memandikan Umaro. Abang membolehkan, sepengetahuannya tidak ada syariat yang melarang ibu memandikan jenazah anaknya.

Gue menggendong Umaro keluar. Tapi di luar rupanya para "panitia" melarang. Mungkin karena yang hadir disana kebanyakan laki-laki. Mereka risih kalau ada wanita bercampur di antaranya. Tapi itu kemudian menjadi duka gue yang lain. Gue marah sejadi-jadinya sampai akhirnya tak sadarkan diri.

Hanya beberapa menit saja gue terbaring, dan kembali mendesak keluar mendampingi Umaro... Bayi kecil gue sedang di tutup kain kafan saat gue keluar. Kemudian di baringkan di kasur bayinya yang entah darimana orang-orang mendapatkannya karena sudah gue simpan untuk adiknya kelak.

Di depan tubuh terbalut kafan itu, pertama kalinya gue mengucap "mantra". Sebuah isyarat kepada diri sendiri dan kepada sang Maha Pemilik. Innalillahi Wa innailaihi Rojiun...

Sebuah mantra yang menjadi penguat gue untuk tidak menangisi jenazah Umaro yang lebih mirip orang tidur. Gue gak boleh nangis, karena gue masih punya satu keinginan. Yaitu terus menggendong Umaro sampai tempat di solatkan, dan peristirahatan terakhirnya...

Keinginan yang tidak akan diwujudkan oleh orang-orang yang menilai gue sebagai ibu yang lemah. Sebagai pemanasan gue minta izin Abang memangku jenazah Umaro. Izin di dapatkan. Hanya saja, gue harus kecewa dengan orang-orang yang melihat kejadian itu sebagai kejadian yang menarik hingga mengeluarkan kamera mereka. Dan mengambil gambar sepuas hati.

Meski tidak ada lagi air mata, nyatanya masih banyak yang tidak mengizinkan gue mewujudkan harapan-harapan gue. Sampai akhirnya gue harus kembali marah dan meledak "JANGAN LARANG AKU! INI ANAKKU! SELEMAH APAPUN AKU, NGGAK AKAN KUBIARKAN ANAKKU JATUH"

Gue bukan egois, gue cuma gak mau melepas kesempatan untuk terakhir kalinya. Gue tahu setelah ini gue hanya bisa membayangkan memeluk tubuh itu, hanya bisa menciumi aroma tubuhnya dari pakaiannya, membayangkan tingkah polahnya hanya dari foto dan video.

Dan akhirnya gue di izinkan menggendong dari rumah menuju musolah. Dan semua proses berjalan lancar sampai ke pemakaman.

Seberapa Cepat Bisa Bangkit Kembali...

Seharian itu rasa lapar tidak sedikitpun mampir. Semua orang memaksaku makan, minum, atau sekedar menghabiskan susu hamil. Ya, mereka khawatir karena ada adik Umaro dalam rahmi gue. Mereka tidak hanya mengkhawatirkan rasa kehilangan seorang ibu. Tapi juga khawatir keadaan si kecil yang bingung merasakan duka ibunya...

Tapi rasanya tetap sulit. Sampai telpon dari seorang sahabat yang bukannya menyampaikan bela sungkawa dengan kesedihan seperti pelayat lainnya, dia malah ngomel-ngomel "Lo udah makan? Sekarang lo makan, gak usah mikirin Umaro. Doi udah baik-baik ajah. Sekarang pikirin adiknya."

Nyebelin sih, tapi mungkin doi yang tahu karakter gue akhirnya memilih cara begitu buat memberikan gue nasehat.

Dan seberapa cepat gue bisa bangkit kembali? Jawabannya adalah secepat yang gue mau. Lagi-lagi gue harus berpikir rasional di atas emosional. Lagi-lagi ego gue harus di tekan karena gue adalah Ibu.

Temen gue bener, Umaro sudah enak di sana. Dia pergi dengan menyisakan kenangan manis. Tawanya, polahnya, senyumnya, dan semua yang membuat siapapun orang yang melihatnya bahagia. Sesuai namanya Arsa yang diambil dari bahasa Jawa yang artinya Kebahagiaan.
Senyum yang akan selalu di rindu...

Maka kebangkitan hati gue dimulai dengan menyantap dua bungkus bubur ayam yang dibawakan teman abang. Kemudian di lanjutkan dengan menemui dan menghibur pelayat yang datang dengan cerita-cerita lucu tentang Umaro. Meski sesekali air mata menetes. Tapi gue cuma gak mau di kasihani. Gue orang yang paling gak kuat menghadapi orang lain yang sedih atau mengasihani gue. Sesekali gue masih memandangi foto dan video Umaro. Ketawa bareng Abang mengenang keusilan-keusilannya.

Hal lain yang gue lakukan adalah menjawab pesan bela sungkawa yang gue sampaikan secara personal atau lewat FB dan grup wa. Satu dua gue abaikan pertanyaan "kenapa" yang di maksud ingin mengetahui penyebab meninggalnya Umaro. Satu dua gue jawab diplomatis dengan bilang "sudah takdir". Karena hari itu masih berat bagi gue untuk mengingat scene menemukan Umaro. Gue masih menjerit keras, menangis, merajuk dan sebagainya.

Sampai akhirnya Abang membuat gue tegar, dengan bilang kalau Umaro syahid. Cara umaro meninggalkan dunia ini ada dalam hadist merupakan salah satu cara meninggal syahid. Kalau memang benar demikian, maka doa kami dalam nama yang kami berikan terwujud. Arsa Umar Syahid El-Qossam.

Asal Nama Arsa Umar Syahid El-Qossam...

Sejak menikah, pernikahan yang gue kira bagai kisan ciderella yang hidup bahagia selama-lamanya nyatanya menjadi babak baru ujian dari-Nya. Sejak menikah ujian yang tidak kalah berat adalah gangguan gaib dari jin kafir.
Makamnya Umaro Indah banget, meski jauh dari pantai tapi pasirnya cantik...

Berkali-kali gue harus mengalami kesurupan karena jin yang mengaku di kirim untuk menghancurkan pernikahan kami. Sesekali waktu mereka bilang karena ada wanita yang cemburu, di waktu yang lain mereka mengaku takut karena pernikahan kami akan membawa kebaikan. Entah mana yang benar, mulut jin tidak pernah bisa di percaya.

Berbagai Upaya pun kami lakukan, yang tentu saja upaya yang sesuai dengan Syariat. Mencari peruqyah Syar'i diantara bertebarannya para dukun yang mengaku ustadz. Susah-susah gampang, dari mulai keliling banjarmasin, keliling jogja, sampai Jakarta. Bukan hanya meresahkan karena terus membuat rumah tangga kami panas, mereka juga mengaku telah menghalangi kami memiliki anak. Hingga 6 bulan pernikahan, akhirnya gue berhasil hamil. Dan kami sepakat kelak akan menamainya dengan Umar (Umar jika lelaki, hUMAiRah kalau perempuan *tetep ada umar nya :D) Sosok sahabat yang sangat tegas hingga setan pun takut.

Kalau kata orang pamali memanggil nama janin, kalau gue dan suami pasrah. Ini ujian keimanan, apakah kami percaya Mitos atau percaya pada Allah. Karena kami yakin segala sesuatu sudah Allah tuliskan.

Semula nama yang disiapkan terlebih setelah tahu kalau janinnya laki-laki adalah Umar Izzuddin Al-Qossam. Entah kenapa Abang begitu mengidolakan nama dari Mujahid Palestina yang namanya dijadikan Sayap Militer Hamas. Namun menjelang HPL saat kami jalan-jalan ke Mall (yang hampir tiap hari sepulang kerja demi isterinya olahraga) kami melihat sebuah iklan film di bioskop yang pemerannya adalah "HAMAS SYAHID IZUDDIN". Pemeran utama film KMGP (Ketika Mas Gagah Pergi).

Dan tahu-tahu tercetus nama "Umar Syahid Al-Qossam". What?! Nama anaknya di ambil dari nama artis. Gue cuma geleng-geleng gak setuju. Tapi sampai anaknya lahir pun tetap kekeuh dengan nama itu. Tapi biar namanya ada aksen Indonesia gue minta di tambah Arsa depannya. Nama yang di ambil dari bahasa Jawa yang artinya kebahagiaan. Karena gue mau anak ini membawa kebahagiaan setelah jatuh bangun rumah tangga yang masih seumur jagung karena gangguan ghaib.

Jadilah nama Arsa Umar Syahid El-Qossam (al diganti El biar lebih luwes) setelah minta pendapat ke ahli bahasa arab khususnya supaya nama ini ketika di rangkai punya arti. Sempat kakak ipar yang menterjemahkan nama tersebut bertanya memastikan, yakin dengan nama Syahid? Namanya bagus, tapi gak semua orangtua siap loh kehilangan anak dengan cara yang membuatnya Syahid. Karena mati syahid meski cita-cita utama muslim, kadang caranya gak biasa (Bayangan gue suatu hari Umaro akan pergi ke Palestina dan berjihad di sana :D). Tapi kami yakin.

Dan karena sudah jatuh cinta dengan nama ini, sejak tahu gue hamil lagi sempet bilang ke Abang kalau anaknya laki-laki lagi kasih nama Utsman. Panjangnya Arsa Utsman Syahid El-Qossam. Singkatannya sama, beda di U nya ajah. Jadi kalau manggil anak-anak tinggal panggil Trio Arsa atau Trio El-Qossam.

Tapi kemudian sejak Umaro meninggal, ada banyak yang hubungi gue. Katanya namanya keberatan. Next kasih nama anak hati-hati dsb. Padahal nama Umaro diberikan penuh dengan doa. Dan entah bagaimana seputar mitos "keberatan nama" gue dan suami meyakini kalau Allah sudah menuliskan semua takdir manusia lengkap dari lahir sampai kembali waktu yang di tentukan.

Perasaan Bersalah...

Kehilangan bukan sesuatu yang mudah untuk dihadapi. Tahukah yang membuat rasa itu terus terasa menyakitkan? Yaitu perasaan bersalah. Dan perasaan itu tanpa harus di ingatkan orang lain akan terus menghantui. Jadi tidak perlulah mendikte "harusnya begini" atau "harusnya begitu". Bagaimana pun juga semua ini memberikan kami pelajaran. 

Yang paling menyakitkan selain urusan "Keberatan nama" ada juga yang menyalahkan gue (khususnya) karena sering mengupload foto Umaro. Dan menyimpulkan Umaro terkena penyakit 'Ain. Dengan sopan (meski hati terluka) gue sampaikan kalau semua itu takdir. Tapi entah dengan hati seperti apa di jawab lagi kalau meninggalnya adalah takdir tapi caranya bisa disebabkan oleh 'Ain.
Umaro Suka Banget kalau di ajak berenang hehehe...

Langsung saja saya minta yang bersangkutan mencari tahu hadsit tentang meninggal tenggelam. Dan mengucapkan terima kasih lalu case closed. Gue baru mau bangkit, jadi gak mau di bikin jatuh lagi. Dan itu terjadi belum ada seminggu setelah Umaro meninggal.

Alasan untuk Bangkit...
Acil (bibi) yang bantu-bantu di rumah beberapa waktu belakangan ini bertanya sama gue. "Bu, selama ini anak ibu ada lah sakit-sakitan atau rewel gitu?" Gue jawab sambil tersenyum, "Alhamdulillah gak ada."
Salah satu bentuk Dukungan Ayahro, ketika gue minta dibelikan buku mewarnai beserta pinsil warna untuk terapi...

Selama ini Umaro hampir gak pernah rewel, begadang dsb. Tetangga sebelah sampai tanya waktu newborn Umaro "Mba Umaro kok kalau malam saya gak pernah denger suara tangis Umaro?" gue jawab dengan santai "Ya karena emang gak pernah bangun hehehe"

Umaro hampir tidak pernah begadang, rewel panjang, selalu hepi, bahkan sakitpun tetap ceria. Semua itu gue anggap sebagai hadiah dari Allah atas upaya yang kami upayakan sejak Umaro masih dalam kandungan.

Karena gue pernah membaca artikel, kalau selama hamil ibu dalam keadaan tenang (tidak stress) anaknya tenang di perut dan lahir menjadi anak yang juga tenang. Jam tidur dan makan juga harus di kontrol saat makan. Ibu yang suka ngemil malam atau insomnia dan akhirnya begadang juga berpotensi melahirkan anak yang lapar di malam hari dan suka begadang.

Maka dengan mengingat adiknya Umaro dalam perut, gue harus segera bangkit. Gak boleh gila membantah kenyataan berlama-lama. Adiknya sama seperti Umaro, berhak mendapat kehidupan nyaman selama di rahim. Maka keputusan gue bangkit yang pertama adalah untuk Adiknya. Ketika orag-orang bilang Adik Umaro adalah pengganti dari Allah. Maka gue menolak besar. Adik Umaro adalah anugerah lain dari Allah untuk kami. Kami tidak ingin membayang-bayangi Adiknya dengan bayang-bayang Umaro. Karena akan jadi beban baginya. Setiap anak itu istimewa, mereka puny haknya masing-masing. Tidak perlu jadi bayang-bayang siapapun.

Kemudian gue juga gak mau menyusahkan suami terlalu lama. Dia juga sama merasa kehilangan seperti gue. Bahkan mungkin demi gue abang berusaha kuat, menahan luka dan air mata. Sampai akhirnya gue tanya Abang dan tawarkan untuk menangis bersama. Gue gak mau abang memendam semuanya dan malah jadi penyakit. Makanya akhirnya gue putuskan untuk mengajaknya ke dufan atau transtudio Bandung saat kami putuskan ambil cuti dan pulang ke Jakarta untuk mencari suasana baru. Gue paksa suami naik wahana-wahana ekstream (padahal abang takut ketinggian hehehe) biar bisa teriak dan meluapkan emosi.

Tapi ada ajah ya orang yang nyinyir, yang mikir kok kami bisa ceria liburan padahal baru seminggu berduka. Mereka hanya tidak tahu, bahwa kami hanya mencari cara untuk melewati luka ini. 
Perjalanan ke Transtudio Bandung

Alasan lain gue harus segera bangkit adalah untuk orangtua gue. Mereka sudah terlalu banyak masalah. Bahkan mama yang gue sering berdebat denga beliau menjadi orang yang paling membuat gue haru. Karena sebelum gue pulang ke rumah mama dengan lukanya meredam suara miring tetangga yang usil bergosip tentang keluarga kami. Meminta mereka diam tidak bertanya sama gue dan mengorek luka lebih dalam.

Alasan yang tidak kalah penting adalah demi diri gue sendiri. Gue harus bangkit, muhasabah, kembali menjalani hidup, kembali berkarya, dan terus berupaya bertemu dengan Umaro lagi. Saat gue meratap ingin ikut Umaro, ingin loncat ke dalam liang lahatnya Abang cuma bilang dengan nada santai "Bunda mau nyusul Umaro? Yakin ketemu Umaro? Dia mah enak meninggal belum ada dosa Bun, surga jaminannya. Lah kita?" Aaaargh gue iriii, kenapa ayahro bisa tetap santai?? Tapi entah hatinya, mungkin sekalut gue.

Bener, gue harus nabung. Biar bisa ketemu Umaro lagi...

Berdamai Dengan Luka...

Mungkin Allah sudah menyiapkan hati gue selama ini. Kehilangan-kehilangan kecil satu persatu sejak usia muda. Dan namanya ujian pastinya akan bertambah berat dari masa ke masa. Kalau kata temen di grup karena hadiahnya berupa surga makanya berat, coba kalau hadiahnya kupon diskon :D


Status Ayahro dulu saat di Bully Bawa Umaro Dengan motor hujan-hujanan...

Yang perlu gue lakukan adalah berdamai dengan luka ini. Memeluknya, menerimanya dan kemudian ikhlas berjalan bersamanya. Karena kalau gue menolak, gue gak akan bisa melangkah kedepan. Gak bisa nabung untuk ketemu Umaro di Surga.

Gue gak akan mencoba melupakan Umaro, karena bagi mereka yang mati. Mereka hanya tetap bisa hidup di hati dan pikiran orang yang masih hidup. Sementara mengobati luka ini dengan berkarya. Menulis lagi (sebagai terapi juga), mendongeng lagi, tersenyum lagi, dan terus bermanfaat bagi orang lain lagi. 
Mendongeng untuk donasi Palestina membuat gue ketampar, bahkan wanita/ibu di sana kehilangan putra dengan cara yang lebih menyakitkan...

Semua orang punya masalahnya masing2, diberi berdasarkan kemampuannya. Kalau ujian yang Allah kasih membuat kita semakin menjauh dari-Nya artinya ujian dari Allah sudah gagal, gak mempan. Allah kan kasih ujian karena mau hamba-nya kembali dan lebih dekat dengan-Nya. Jangan merasa paling menderita, karena kalau kita dengar kisah orang lain, bisa jadi kisah mereka lebih berat dari kita...